Senin, 28 Januari 2019

Angina Pectoris





Angina pektoris (angina) adalah rasa nyeri pada dada yang terjadi saat aliran darah dan oksigen menuju otot jantung tersendat atau terganggu, khususnya saat arteri jantung mengeras atau menyempit. Angina umumnya terjadi pada orang dewasa berusia antara 55 hingga 64 tahun, dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki. 


Terdapat dua jenis angina yang dapat menyerang, yaitu angina stabil dan angina tidak stabil. Angina stabil disebabkan oleh pemicu tertentu seperti olahraga berat, stres, masalah pencernaan, atau kondisi medis lain yang mendorong jantung bekerja lebih keras. Cuaca dingin juga bisa menjadi salah satu pemicu gejala angina terjadi. Nyeri dada biasanya akan membaik dalam jangka waktu 5 menit setelah beristirahat atau mengonsumsi obat. Walaupun tidak berbahaya, angina stabil berpotensi mengakibatkan serangan jantung atau stroke jika tidak ditangani dengan tepat.
Sedangkan, angina tidak stabil merupakan nyeri dada yang dirasakan tanpa penyebab awal yang jelas dan biasanya tidak kunjung membaik setelah beristirahat atau mengonsumsi obat. Rasa nyeri yang dialami lebih lama dibanding angina stabil, yaitu sekitar 30 menit. Ini merupakan kondisi darurat dan membutuhkan penanganan medis segera.
Dalam kondisi tertentu, penderita juga dapat mengalami angina varian, atau angina Prinzmetal, yaitu nyeri hebat yang terjadi saat seseorang sedang beristirahat. Hal ini dipicu oleh kejang urat atau penyempitan arteri sementara, dan dapat mereda dengan obat-obatan.

Penyebab Angina Pektoris

Jantung adalah organ utama dalam tubuh, di mana peredaran darah dan oksigen harus selalu lancar agar organ tubuh lainnya dapat bekerja dengan baik. Darah dialirkan menuju jantung melalui dua pembuluh darah besar yang dinamakan arteri koroner. Dalam jangka waktu tertentu, arteri berisiko diendapi plak seperti lemak, kolesterol, kalsium dan zat lainnya yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan tersumbat (aterosklerosis). Kondisi ini mengakibatkan otot jantung bekerja lebih, khususnya pada saat melakukan aktivitas berat, yang pada akhirnya berpotensi mengakibatkan gejala angina pektoris, atau yang lebih parah adalah penyakit jantung koroner (PJK).
Risiko seseorang mengalami angina pektoris meningkat saat memasuki usia tua, memiliki keturunan kelainan jantung atau gejala angina, dan kondisi medis lainnya seperti hipertensi, kolesterol tinggi, dan diabetes. Selain itu, gaya hidup juga menjadi faktor yang dapat meningkatkan risiko, seperti merokok, mengonsumsi alkohol berlebih, mengonsumsi makanan berlemak, kurang berolahraga, obesitas, dan stres.

Gejala Angina Pektoris

Angina pektoris umumnya ditandai dengan rasa nyeri pada dada seperti ditekan, berat, dan tumpul. Nyeri juga dapat menyebar atau hanya dirasakan di lengan kiri, leher, rahang, dan punggung, khususnya pada penderita wanita. Beberapa gejala lainnya yang dapat dialami meliputi:
Segera temui dokter atau kunjungi rumah sakit terdekat jika nyeri dada tidak kunjung reda, walaupun sudah beristirahat atau mengonsumsi obat-obatan.

Diagnosis Angina Pektoris

Angina pektoris tidak mudah untuk didiagnosa karena ada beberapa penyakit yang memiliki gejala yang sama, contohnya penyakit asam lambung. Selain melakukan tes fisik dan menanyakan riwayat kesehatan pasien beserta keluarga, tes berikut juga akan dilakukan:
  • Tes tekanan darah menggunakan tensimeter untuk mencari tahu jika penderita mengalami hipertensi.
  • Mengukur berat badan dan ukuran pinggul untuk memeriksa jika terdapat kecenderungan obesitas.
  • Tes darah untuk memantau potensi pemicu, seperti kadar kolesterol, glukosa, protein C-reaktif (CRP), dan fungsi organ hati.
  • Tes urine untuk memeriksa fungsi ginjal penderita.
Tes lanjutan berikut mungkin akan dilakukan jika referensi diagnosis tambahan diperlukan:
  • Elektrokardiogram (EKG), untuk memeriksa aliran listrik jantung dan memantau jika terdapat interupsi pada irama jantung.
  • Ekokardiogram, yaitu pemindaian jantung menggunakan gelombang suara untuk mengidentifikasi kerusakan pada otot jantung dan aliran darah yang tersendat.
  • Foto Rontgen dan CT scan. Pemindaian ini dilakukan untuk memeriksa kondisi otot, pembuluh darah dan ukuran jantung, dan paru-paru.
  • Tes darah lanjutan, untuk memeriksa jika terdapat kebocoran enzim jantung di dalam darah.
  • Tes toleransi olahraga (ETT), untuk memantau toleransi jantung saat melakukan olahraga ringan hingga berat. Tes ini umumnya dilakukan di atas mesin treadmill atau sepeda statis.
  • Myocardial perfusion scintigraphy (MPS), untuk memeriksa aliran darah menuju otot jantung pada saat melakukan olahraga dan saat beristirahat, dengan menyuntikkan zat radioaktif pada pembuluh darah dan dipantau menggunakan alat pemindaian khusus. MPS pada penderita yang tidak mampu berolahraga, dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat meningkatkan kerja jantung seperti saat sedang beraktivitas.
  • Angiogram koroner, untuk memeriksa kondisi arteri jantung dengan menyuntikkan zat pewarna (bahan kontras) khusus dan dipantau dengan memasukkan selang tipis dan lentur (kateter) melalui pembuluh darah besar di paha atau lengan menuju ruang jantung. Meskipun jarang terjadi, tes ini berisiko mengakibatkan komplikasi seperti serangan jantung dan stroke. Dokter biasanya akan merekomendasikan tes ini jika diagnosis angina belum ditemukan atau pasien mengalami angina tidak stabil.

Pengobatan Angina Pektoris

Angina pektoris dapat ditangani dengan:
  • Perubahan gaya hidup. Penderita umumnya disarankan untuk berhenti merokok atau menjauhi asap rokok, mengonsumsi makanan bergizi dan rendah lemak dalam porsi kecil, melakukan olahraga sesuai petunjuk dokter, dan menjaga kadar glukosa bagi penderita diabates. Perubahan gaya hidup disarankan bukan hanya pada saat pengobatan, tetapi untuk jangka panjang agar serangan angina pektoris berkurang atau berhenti sepenuhnya.
  • Obat-obatan. Saat angina menyerang, obat glyceryl trinitrate bisa dikonsumsi untuk meredakan gejala dalam waktu singkat. Glyceryl trinitrate termasuk dalam golongan nitrat yang berfungsi untuk menenangkan dan melebarkan pembuluh darah agar memudahkan darah mengalir menuju jantung. Efek samping seperti pusing dan kulit kemerahan mungkin akan terjadi. Hindari mengonsumsi alkohol, mengoperasikan alat berat, atau menyetir saat dalam pengobatan ini. Glyceryl trinitrate dapat dikonsumsi dalam dua dosis, saat angina menyerang dan saat gejala tidak mereda dalam jangka waktu 5 menit. Jika gejala masih dirasakan, kunjungi rumah sakit terdekat agar cepat ditangani. Glyceryl trinitrate juga dapat digunakan sebagai pencegah sesaat sebelum berolahraga atau melakukan aktivitas berat lainnya. Pastikan Anda menanyakan dokter sebelum mengonsumsi obat ini. Jika angina sering terjadi, dokter mungkin akan meresepkan salah satu atau beberapa obat berikut ini:
    • Aspirintermasuk golongan obat antiplatelet (pengencer darah) yang berfungsi untuk meredakan atau menghindari penggumpalan darah, dan menekan risiko serangan jantung. Efek samping yang mungkin dialami adalah iritasi pada perut, mual dan masalah pencernaan. Hindari pemberian obat ini pada anak-anak atau remaja berusia 16 tahun ke bawah sebelum berkonsultasi dengan dokter.
    • Obat penghambat beta (beta blocker), membantu menurunkan tekanan darah dengan menghambat efek hormon epinephrine atau adrenalin yang dapat meningkatkan denyut jantung secara berlebihan. Obat ini juga membantu melebarkan pembuluh darah dan melancarkan aliran darah. Efek samping yang mungkin dialami adalah mudah lelah, diare, mual, dan keringat dingin.
    • Obat anti pembekuan darah, digunakan untuk menghambat pembekuan darah dengan cara mencegah sel platelet darah menempel. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing hebat, pendarahan, rambut rontok, dan memar pada kulit.
    • Obat penghambat kanal kalsium (calcium channer blockers). Obat ini berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dengan merelaksasi otot dinding arteri. Efek samping yang mungkin dialami adalah wajah kemerahan, pusing, dan mudah lelah.
    • Statin, digunakan untuk menghambat enzim pembuat kolesterol dalam hati dan menekan risiko terjadinya serangan jantung atau stroke. Obat ini juga membantu tubuh meresap kolesterol yang terakumulasi sebagai plak yang menempel di dinding arteri, dan memberikan efek positif lainnya. Efek samping yang mungkin dialami adalah konstipasi, diare, dan nyeri perut.
    • Obat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors), bekerja dengan menghambat hormon angiotensin II sebagai pemicu penyempitan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah dalam tubuh. Obat ini dapat mengurangi pasokan darah ke ginjal, karena itu sangat disarankan untuk memeriksa kondisi ginjal melalui tes darah dan urine sebelum dan saat mengonsumsi obat ini. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing, mudah lelah, dan batuk kering yang umumnya hanya bersifat sementara.
    • Ivabradine. Obat ini menurunkan kecepatan denyut jantung seperti obat penghambat beta, tetapi memiliki tingkat keamanan lebih bagi penderita infeksi paru, atau penyakit lainnya yang tidak diperbolehkan mengonsumsi obat penghambat beta. Efek samping yang mungkin dialami adalah penglihatan buram atau silau untuk beberapa saat. Penderita disarankan untuk tidak mengemudi setelah mengonsumsi obat ini.
    • Ranolazine, digunakan untuk melemaskan otot jantung dan meningkatkan aliran darah. Obat ini umumnya diresepkan bagi penderita gagal jantung dan aritmia karena tidak mempengaruhi kecepatan denyut jantung. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing, mudah lemas, dan konstipasi.
    • Nicorandril. Obat ini mengandung penggerak kanal kalium yang berfungsi melebarkan pembuluh arteri dan melancarkan peredaran darah menuju jantung. Nicorandil umumnya digunakan sebagai pengganti obat penghambat kanal kalsium bagi penderita dengan kondisi medis tertentu. Efek samping yang mungkin dialami adalah mual dan pusing.
  • Operasi. Jika gelaja angina pektoris tidak mereda dengan pengobatan, tindakan operasi dapat disarankan. Terdapat dua jenis tindakan operasi untuk kasus angina pektoris, di antaranya:
    • Coronary artery bypass graft (CABG). Tindakan bedah yang dilakukan dengan menciptakan aliran baru pada titik penyempitan atau penyumbatan arteri melalui pencangkokan pembuluh darah dari anggota tubuh lainnya. Tindakan ini biasanya disarankan bagi penderita angina dengan penyakit diabetes, berusia di atas 65 tahun, dan memiliki lebih dari 3 penyumbatan pada arteri.
    • Percutaneous coronary intervention (PCI). Tindakan bedah yang disebut juga dengan angioplasti koroner ini dilakukan dengan memasukkan balon kecil pada bagian luar arteri yang mengalami penyempitan, dan ditahan menggunakan cincin besi (sten) agar aliran darah kembali lancar. Tindakan ini tidak direkomendasikan bagi penderita dengan kelainan struktur pembuluh darah.
  • Terapi dan tindakan medis lainnya. Jika pengobatan dan tindakan operasi tidak dapat dilakukan atau tidak membantu banyak, saran untuk melakukan terapi perilaku kognitif atau cognitive behaviour therapy (CBT) dapat menjadi pilihan. Terapi ini dilakukan dengan mengubah pola pikir penderita dengan respons positif dengan tujuan mengurangi gejala-gejala yang berkaitan dengan stres pikiran dan memudahkan proses penyembuhan. Terapi ini juga dapat dilakukan jika penderita mengalami depresi atau kegelisahan dikarenakan gejala angina pektoris yang berulang kali menyerang. Terkadang, terapi akupuntur menjadi pilihan alternatif terapi. Disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukannya, guna menghindari efek samping yang dapat membahayakan.

Komplikasi Angina Pektoris

Komplikasi paling berbahaya yang mungkin terjadi pada angina adalah serangan jantung. Kondisi ini membutuhkan penanganan segera di rumah sakit. Gejala yang yang dapat muncul pada serangan jantung, meliputi:
  • Nyeri dada seperti ditekan untuk waktu yang lama dan berulang-ulang.
  • Nyeri menyebar ke anggota tubuh lainnya seperti punggung, bahu, lengan, rahang, gigi, dan perut.
  • Nyeri perut berkepanjangan.
  • Merasa gelisah.
  • Mengalami serangan panik.
  • Mual.
  • Muntah.
  • Napas pendek.
  • Keringat dingin.
  • Pingsan.
  • Mengalami kesulitan berbicara dan bergerak.

Pencegahan Angina Pektoris

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan gaya hidup, seperti:
  • Berhenti merokok.
  • Mengurangi konsumsi alkohol.
  • Mengonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat, seperti nasi merah, roti, pasta, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
  • Mengurangi makanan tinggi lemak jenuh dan tidak jenuh seperti sosis, daging berlemak, pai daging, mentega, keju, lemak babi, ikan goreng, alpukat, kue, biskuit, serta makanan-makanan yang mengandung minyak kelapa murni, kelapa sawit, atau minyak zaitun.
  • Mengurangi konsumsi garam.
  • Menjaga berat badan.
  • Melakukan olahraga ringan seperti jalan cepat, berenang, atau bersepeda secara rutin atau sesuai saran dokter. Hindari olahraga yang menguras tenaga, seperti tenis atau sepak bola.
  • Memonitor kadar glukosa, kolesterol, dan tekanan darah secara rutin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar