Senin, 28 Januari 2019

Fitofarmaka

Pengertian Fitofarmaka


Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).
Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.
Dasar pengembangan fitofarmaka
  1. Pedoman pengembangan Fitofarmaka
  • Kep. Menkes RI No.760/MENKES/SK/IX/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka
  • SK Menkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
  • Kep. Menkes RI no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
  • Kep. Kepala Badan POM RI no : HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret 2005 ttg Pedoman CPOTB
  1. Dasar Pemikiran pengembangan Obat Tradisional menjadi Fitofarmaka
          Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan atau dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah dikembangkan Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.
  1. Proses standarisasi fitofarmaka
    1. Kriteria Fitofarmaka
    2. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
    3. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
    4. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
    5. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
  1. Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI)
    1. Tahap seleksi                                                                                      Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut:
  •  Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama
  • Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman pemakaian empiris sebelumnya
  • Jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.
  1.   Tahap biological screening, untuk menyaring :
  • Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo)
  • Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
  1. Tahap penelitian farmakodinamik
  • Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh
  • Pra klinik, in vivo dan in vitro,
  • Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
  1. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses)
  • Toksisitas Subkronis
  • Toksisitas akut
  • Toksisitas khas/ khusus
  1. Tahap pengembangan sediaan (formulasi)
  • Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
– Teknologi farmasi tahap awal
– Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA
– Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
  1. Tahap uji klinik pada manusia
Ada 4 fase yaitu:
Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2
Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.
Yang terlibat dalam pengujian
  • Komisi Ahli Uji Fitofarmaka : menyusun & mengusulkan protokol uji fitofarmaka
  • Sentra Uji Fitofarmaka : Instalasi pelayanan, spt Rumah Sakit, Laboratorium Pengujian atau lembaga penelitian kesehatan
  • Pelaksana Uji Fitofarmaka : Tim multidisipliner yg tdd dokter,apoteker dan tenaga ahli lainnya yg mempunyai fasilitas, bersedia serta mampu melaksanakan uji fitofarmaka
  1. Keuntungan Strandarisasi Fitofarmaka :
  • Menghasilkan efek terapetik yang konsisten, reproducible & derajat keamanannya tinggi (dosis terkontrol).
  • Semakin banyak obat tradisional dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra klinik maupun klinik.
  • Kebanyakan uji klinik telah menggunakan ekstrak terstandar.
2.4  Jenis Uji Fitofarmaka
  1. Uji toksisitas
Uji toksisitas dibedakan menjadi tiga :
  • Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemberian (misalnya oral dan intravena). hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemerian dosis tersebut)
– Uji Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang berbeda. toksisitas sub-akut sebagai adanya perubahan berat badan serta perubahan lainnya dari hewan percobaan.
– Uji Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang. 
  1. Uji farmakodinamik/efek farmakologik
Tahap ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas penqaruh farmakologik pada berbagai system biologik. Bila diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan coba yang sesuai, baik secara invitro atau invivo.
Bila calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan dipandang belum bias atau belum mungkin untuk dikerjakan pengujian farmakodinamik , maka hal ini seyogyanya tidak merupakan penghambat untuk lebih lanjut. Tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada sarana dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat keras.
  1. Uji klinik
Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan segala penyakit.
Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:
– Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam pencegahan atau pengobatan penyakit maupun gejala penyakit.
– Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan manfaatnya.

Angina Pectoris





Angina pektoris (angina) adalah rasa nyeri pada dada yang terjadi saat aliran darah dan oksigen menuju otot jantung tersendat atau terganggu, khususnya saat arteri jantung mengeras atau menyempit. Angina umumnya terjadi pada orang dewasa berusia antara 55 hingga 64 tahun, dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki. 


Terdapat dua jenis angina yang dapat menyerang, yaitu angina stabil dan angina tidak stabil. Angina stabil disebabkan oleh pemicu tertentu seperti olahraga berat, stres, masalah pencernaan, atau kondisi medis lain yang mendorong jantung bekerja lebih keras. Cuaca dingin juga bisa menjadi salah satu pemicu gejala angina terjadi. Nyeri dada biasanya akan membaik dalam jangka waktu 5 menit setelah beristirahat atau mengonsumsi obat. Walaupun tidak berbahaya, angina stabil berpotensi mengakibatkan serangan jantung atau stroke jika tidak ditangani dengan tepat.
Sedangkan, angina tidak stabil merupakan nyeri dada yang dirasakan tanpa penyebab awal yang jelas dan biasanya tidak kunjung membaik setelah beristirahat atau mengonsumsi obat. Rasa nyeri yang dialami lebih lama dibanding angina stabil, yaitu sekitar 30 menit. Ini merupakan kondisi darurat dan membutuhkan penanganan medis segera.
Dalam kondisi tertentu, penderita juga dapat mengalami angina varian, atau angina Prinzmetal, yaitu nyeri hebat yang terjadi saat seseorang sedang beristirahat. Hal ini dipicu oleh kejang urat atau penyempitan arteri sementara, dan dapat mereda dengan obat-obatan.

Penyebab Angina Pektoris

Jantung adalah organ utama dalam tubuh, di mana peredaran darah dan oksigen harus selalu lancar agar organ tubuh lainnya dapat bekerja dengan baik. Darah dialirkan menuju jantung melalui dua pembuluh darah besar yang dinamakan arteri koroner. Dalam jangka waktu tertentu, arteri berisiko diendapi plak seperti lemak, kolesterol, kalsium dan zat lainnya yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan tersumbat (aterosklerosis). Kondisi ini mengakibatkan otot jantung bekerja lebih, khususnya pada saat melakukan aktivitas berat, yang pada akhirnya berpotensi mengakibatkan gejala angina pektoris, atau yang lebih parah adalah penyakit jantung koroner (PJK).
Risiko seseorang mengalami angina pektoris meningkat saat memasuki usia tua, memiliki keturunan kelainan jantung atau gejala angina, dan kondisi medis lainnya seperti hipertensi, kolesterol tinggi, dan diabetes. Selain itu, gaya hidup juga menjadi faktor yang dapat meningkatkan risiko, seperti merokok, mengonsumsi alkohol berlebih, mengonsumsi makanan berlemak, kurang berolahraga, obesitas, dan stres.

Gejala Angina Pektoris

Angina pektoris umumnya ditandai dengan rasa nyeri pada dada seperti ditekan, berat, dan tumpul. Nyeri juga dapat menyebar atau hanya dirasakan di lengan kiri, leher, rahang, dan punggung, khususnya pada penderita wanita. Beberapa gejala lainnya yang dapat dialami meliputi:
Segera temui dokter atau kunjungi rumah sakit terdekat jika nyeri dada tidak kunjung reda, walaupun sudah beristirahat atau mengonsumsi obat-obatan.

Diagnosis Angina Pektoris

Angina pektoris tidak mudah untuk didiagnosa karena ada beberapa penyakit yang memiliki gejala yang sama, contohnya penyakit asam lambung. Selain melakukan tes fisik dan menanyakan riwayat kesehatan pasien beserta keluarga, tes berikut juga akan dilakukan:
  • Tes tekanan darah menggunakan tensimeter untuk mencari tahu jika penderita mengalami hipertensi.
  • Mengukur berat badan dan ukuran pinggul untuk memeriksa jika terdapat kecenderungan obesitas.
  • Tes darah untuk memantau potensi pemicu, seperti kadar kolesterol, glukosa, protein C-reaktif (CRP), dan fungsi organ hati.
  • Tes urine untuk memeriksa fungsi ginjal penderita.
Tes lanjutan berikut mungkin akan dilakukan jika referensi diagnosis tambahan diperlukan:
  • Elektrokardiogram (EKG), untuk memeriksa aliran listrik jantung dan memantau jika terdapat interupsi pada irama jantung.
  • Ekokardiogram, yaitu pemindaian jantung menggunakan gelombang suara untuk mengidentifikasi kerusakan pada otot jantung dan aliran darah yang tersendat.
  • Foto Rontgen dan CT scan. Pemindaian ini dilakukan untuk memeriksa kondisi otot, pembuluh darah dan ukuran jantung, dan paru-paru.
  • Tes darah lanjutan, untuk memeriksa jika terdapat kebocoran enzim jantung di dalam darah.
  • Tes toleransi olahraga (ETT), untuk memantau toleransi jantung saat melakukan olahraga ringan hingga berat. Tes ini umumnya dilakukan di atas mesin treadmill atau sepeda statis.
  • Myocardial perfusion scintigraphy (MPS), untuk memeriksa aliran darah menuju otot jantung pada saat melakukan olahraga dan saat beristirahat, dengan menyuntikkan zat radioaktif pada pembuluh darah dan dipantau menggunakan alat pemindaian khusus. MPS pada penderita yang tidak mampu berolahraga, dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat meningkatkan kerja jantung seperti saat sedang beraktivitas.
  • Angiogram koroner, untuk memeriksa kondisi arteri jantung dengan menyuntikkan zat pewarna (bahan kontras) khusus dan dipantau dengan memasukkan selang tipis dan lentur (kateter) melalui pembuluh darah besar di paha atau lengan menuju ruang jantung. Meskipun jarang terjadi, tes ini berisiko mengakibatkan komplikasi seperti serangan jantung dan stroke. Dokter biasanya akan merekomendasikan tes ini jika diagnosis angina belum ditemukan atau pasien mengalami angina tidak stabil.

Pengobatan Angina Pektoris

Angina pektoris dapat ditangani dengan:
  • Perubahan gaya hidup. Penderita umumnya disarankan untuk berhenti merokok atau menjauhi asap rokok, mengonsumsi makanan bergizi dan rendah lemak dalam porsi kecil, melakukan olahraga sesuai petunjuk dokter, dan menjaga kadar glukosa bagi penderita diabates. Perubahan gaya hidup disarankan bukan hanya pada saat pengobatan, tetapi untuk jangka panjang agar serangan angina pektoris berkurang atau berhenti sepenuhnya.
  • Obat-obatan. Saat angina menyerang, obat glyceryl trinitrate bisa dikonsumsi untuk meredakan gejala dalam waktu singkat. Glyceryl trinitrate termasuk dalam golongan nitrat yang berfungsi untuk menenangkan dan melebarkan pembuluh darah agar memudahkan darah mengalir menuju jantung. Efek samping seperti pusing dan kulit kemerahan mungkin akan terjadi. Hindari mengonsumsi alkohol, mengoperasikan alat berat, atau menyetir saat dalam pengobatan ini. Glyceryl trinitrate dapat dikonsumsi dalam dua dosis, saat angina menyerang dan saat gejala tidak mereda dalam jangka waktu 5 menit. Jika gejala masih dirasakan, kunjungi rumah sakit terdekat agar cepat ditangani. Glyceryl trinitrate juga dapat digunakan sebagai pencegah sesaat sebelum berolahraga atau melakukan aktivitas berat lainnya. Pastikan Anda menanyakan dokter sebelum mengonsumsi obat ini. Jika angina sering terjadi, dokter mungkin akan meresepkan salah satu atau beberapa obat berikut ini:
    • Aspirintermasuk golongan obat antiplatelet (pengencer darah) yang berfungsi untuk meredakan atau menghindari penggumpalan darah, dan menekan risiko serangan jantung. Efek samping yang mungkin dialami adalah iritasi pada perut, mual dan masalah pencernaan. Hindari pemberian obat ini pada anak-anak atau remaja berusia 16 tahun ke bawah sebelum berkonsultasi dengan dokter.
    • Obat penghambat beta (beta blocker), membantu menurunkan tekanan darah dengan menghambat efek hormon epinephrine atau adrenalin yang dapat meningkatkan denyut jantung secara berlebihan. Obat ini juga membantu melebarkan pembuluh darah dan melancarkan aliran darah. Efek samping yang mungkin dialami adalah mudah lelah, diare, mual, dan keringat dingin.
    • Obat anti pembekuan darah, digunakan untuk menghambat pembekuan darah dengan cara mencegah sel platelet darah menempel. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing hebat, pendarahan, rambut rontok, dan memar pada kulit.
    • Obat penghambat kanal kalsium (calcium channer blockers). Obat ini berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dengan merelaksasi otot dinding arteri. Efek samping yang mungkin dialami adalah wajah kemerahan, pusing, dan mudah lelah.
    • Statin, digunakan untuk menghambat enzim pembuat kolesterol dalam hati dan menekan risiko terjadinya serangan jantung atau stroke. Obat ini juga membantu tubuh meresap kolesterol yang terakumulasi sebagai plak yang menempel di dinding arteri, dan memberikan efek positif lainnya. Efek samping yang mungkin dialami adalah konstipasi, diare, dan nyeri perut.
    • Obat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors), bekerja dengan menghambat hormon angiotensin II sebagai pemicu penyempitan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah dalam tubuh. Obat ini dapat mengurangi pasokan darah ke ginjal, karena itu sangat disarankan untuk memeriksa kondisi ginjal melalui tes darah dan urine sebelum dan saat mengonsumsi obat ini. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing, mudah lelah, dan batuk kering yang umumnya hanya bersifat sementara.
    • Ivabradine. Obat ini menurunkan kecepatan denyut jantung seperti obat penghambat beta, tetapi memiliki tingkat keamanan lebih bagi penderita infeksi paru, atau penyakit lainnya yang tidak diperbolehkan mengonsumsi obat penghambat beta. Efek samping yang mungkin dialami adalah penglihatan buram atau silau untuk beberapa saat. Penderita disarankan untuk tidak mengemudi setelah mengonsumsi obat ini.
    • Ranolazine, digunakan untuk melemaskan otot jantung dan meningkatkan aliran darah. Obat ini umumnya diresepkan bagi penderita gagal jantung dan aritmia karena tidak mempengaruhi kecepatan denyut jantung. Efek samping yang mungkin dialami adalah pusing, mudah lemas, dan konstipasi.
    • Nicorandril. Obat ini mengandung penggerak kanal kalium yang berfungsi melebarkan pembuluh arteri dan melancarkan peredaran darah menuju jantung. Nicorandil umumnya digunakan sebagai pengganti obat penghambat kanal kalsium bagi penderita dengan kondisi medis tertentu. Efek samping yang mungkin dialami adalah mual dan pusing.
  • Operasi. Jika gelaja angina pektoris tidak mereda dengan pengobatan, tindakan operasi dapat disarankan. Terdapat dua jenis tindakan operasi untuk kasus angina pektoris, di antaranya:
    • Coronary artery bypass graft (CABG). Tindakan bedah yang dilakukan dengan menciptakan aliran baru pada titik penyempitan atau penyumbatan arteri melalui pencangkokan pembuluh darah dari anggota tubuh lainnya. Tindakan ini biasanya disarankan bagi penderita angina dengan penyakit diabetes, berusia di atas 65 tahun, dan memiliki lebih dari 3 penyumbatan pada arteri.
    • Percutaneous coronary intervention (PCI). Tindakan bedah yang disebut juga dengan angioplasti koroner ini dilakukan dengan memasukkan balon kecil pada bagian luar arteri yang mengalami penyempitan, dan ditahan menggunakan cincin besi (sten) agar aliran darah kembali lancar. Tindakan ini tidak direkomendasikan bagi penderita dengan kelainan struktur pembuluh darah.
  • Terapi dan tindakan medis lainnya. Jika pengobatan dan tindakan operasi tidak dapat dilakukan atau tidak membantu banyak, saran untuk melakukan terapi perilaku kognitif atau cognitive behaviour therapy (CBT) dapat menjadi pilihan. Terapi ini dilakukan dengan mengubah pola pikir penderita dengan respons positif dengan tujuan mengurangi gejala-gejala yang berkaitan dengan stres pikiran dan memudahkan proses penyembuhan. Terapi ini juga dapat dilakukan jika penderita mengalami depresi atau kegelisahan dikarenakan gejala angina pektoris yang berulang kali menyerang. Terkadang, terapi akupuntur menjadi pilihan alternatif terapi. Disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukannya, guna menghindari efek samping yang dapat membahayakan.

Komplikasi Angina Pektoris

Komplikasi paling berbahaya yang mungkin terjadi pada angina adalah serangan jantung. Kondisi ini membutuhkan penanganan segera di rumah sakit. Gejala yang yang dapat muncul pada serangan jantung, meliputi:
  • Nyeri dada seperti ditekan untuk waktu yang lama dan berulang-ulang.
  • Nyeri menyebar ke anggota tubuh lainnya seperti punggung, bahu, lengan, rahang, gigi, dan perut.
  • Nyeri perut berkepanjangan.
  • Merasa gelisah.
  • Mengalami serangan panik.
  • Mual.
  • Muntah.
  • Napas pendek.
  • Keringat dingin.
  • Pingsan.
  • Mengalami kesulitan berbicara dan bergerak.

Pencegahan Angina Pektoris

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan gaya hidup, seperti:
  • Berhenti merokok.
  • Mengurangi konsumsi alkohol.
  • Mengonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat, seperti nasi merah, roti, pasta, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
  • Mengurangi makanan tinggi lemak jenuh dan tidak jenuh seperti sosis, daging berlemak, pai daging, mentega, keju, lemak babi, ikan goreng, alpukat, kue, biskuit, serta makanan-makanan yang mengandung minyak kelapa murni, kelapa sawit, atau minyak zaitun.
  • Mengurangi konsumsi garam.
  • Menjaga berat badan.
  • Melakukan olahraga ringan seperti jalan cepat, berenang, atau bersepeda secara rutin atau sesuai saran dokter. Hindari olahraga yang menguras tenaga, seperti tenis atau sepak bola.
  • Memonitor kadar glukosa, kolesterol, dan tekanan darah secara rutin.

Hipertensi


Menjalani gaya hidup sehat dan konsumsi obat antihipertensi, bisa menjadi langkah efektif untuk mengatasi hipertensi. Nilai tekanan darah dan risiko pasien terserang komplikasi, seperti serangan jantung dan stroke, akan menentukan pengobatan yang akan dijalani. Secara umum, terdapat 2 prinsip dari pengobatan hipertensi, yaitu:
  • Perubahan gaya hidup. Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat, bisa menurunkan tekanan darah dalam beberapa minggu. Gaya hidup sehat yang yang perlu dijalani, antara lain: 
    • Mengadopsi pola diet DASH (dietary approaches to stop hypertension), yaitu pola makan dengan lebih banyak mengonsumsi buah, sayur-sayuran, susu rendah lemak, gandum, dan kacang-kacangan, dibandingkan dengan daging merah dan makanan yang mengandung lemak jenuh serta kolesterol tinggi.
    • Mengurangi konsumsi garam hingga kurang dari satu sendok teh per hari.
    • Perbanyak aktivitas fisik dan rutin berolahraga.
    • Menurunkan berat badan.
    • Berhenti merokok.
    • Menghindari atau mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
    • Mengurangi konsumsi minuman tinggi kafein, seperti kopi, teh, atau cola.
    • Melakukan terapi relaksasi, misalnya yoga atau meditasi untuk mengendalikan stres.
Cara-cara di atas bisa dilakukan dengan atau tanpa dibarengi konsumsi obat anti hipertensi. Meski demikian, penerapan gaya hidup sehat lebih awal bisa membuat penderita terhindar dari konsumsi obat anti hipertensi.
  • Penggunaan Obat-obatan. Pada beberapa kasus, penderita hipertensi harus mengonsumsi obat untuk seumur hidup. Namun, dokter bisa menurunkan dosis atau menghentikan pengobatan jika tekanan darah penderita sudah terkendali dengan mengubah gaya hidup. Penting bagi pasien untuk mengonsumsi obat dalam dosis yang sudah ditentukan dan memberitahu dokter jika ada efek samping yang muncul. Beberapa obat yang digunakan untuk menangani hipertensi antara lain:Melakukan terapi relaksasi, misalnya yoga atau meditasi untuk mengendalikan stres. 
    • Diuretik. Obat ini bekerja membuang kelebihan garam dan cairan di tubuh melalui urine. Di antara jenis obat diuretik adalah hydrochlorothiazide. 
    • Antagonis kalsiumAntagonis kalsium menurunkan tekanan darah dengan melebarkan pembuluh darah. Beberapa contoh obat ini adalah amlodipine dan nifedipine.
    • Beta blocker. Berfungsi menurunkan tekanan darah dengan melebarkan pembuluh dan memperlambat detak jantung. Contoh obat golongan beta-blocker adalah atenolol dan bisoprolol. 
    • ACE inhibitorACE inhibitor menurunkan tekanan darah dengan cara membuat dinding pembuluh darah lebih rileks. Contoh obat golongan ini adalah captopril dan ramipril. 
    • Angiotensin-2 receptor blocker (ARB). Fungsi obat ini hampir sama dengan ACE inhibitor yaitu membuat dinding pembuluh darah menjadi rileks, sehingga kedua obat tersebut tidak boleh diberikan secara bersamaan. Contoh obat ini adalah losartan dan valsartan
    • Penghambat renin. Obat ini berfungsi menghambat kerja renin, yaitu enzim yang dihasilkan ginjal dan berfungsi menaikkan tekanan darah. Contoh obat penghambat renin adalah aliskiren.

Antibiotik



Antibiotik adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan menghentikan bakteri berkembang biak di dalam tubuh. Antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengatasi infeksi akibat virus, seperti flu.
Pada dasarnya, infeksi bakteri yang tergolong ringan dapat pulih dengan sendirinya, sehingga pemberian antibiotik dirasa tidak perlu. Namun, ketika infeksi bakteri yang diderita tidak kunjung membaik, dokter dapat meresepkan antibiotik. Selain keparahan kondisi, terdapat juga beberapa pertimbangan lain sebelum akhirnya pasien diberikan antibiotik, yakni:
  • Infeksi yang diderita adalah infeksi menular.
  • Terasa mengganggu dan diduga membutuhkan waktu lama untuk sembuh dengan sendirinya.
  • Terdapat risiko tinggi menyebabkan komplikasi.
Penggunaan antibiotik harus dengan anjuran dokter. Dokter akan menyesuaikan dosis dengan kondisi pasien, memberitahukan hal-hal yang harus diperhatikan sebelum dan saat menggunakan obat, serta efek samping yang dapat terjadi atas penggunaan antibiotik.
Hindari penggunaan antibiotik tanpa anjuran dokter, terutama bagi:
  • Ibu hamil dan menyusui.
  • Tengah dalam pengobatan lain.
  • Memiliki riwayat alergi antibiotik.
Antibiotik juga dapat diberikan sebagai langkah pencegahan infeksi bakteri atau dalam dunia medis dikenal sebagai profilaksis. Orang-orang yang diberikan antibiotik untuk profilaksis adalah orang yang memiliki risiko tinggi mengalami infeksi bakteri, seperti ketika orang tersebut menjalani operasi glaukoma atau operasi penggantian sendi.

Jenis-jenis Antibiotik

Antibiotik terbagi menjadi beberapa jenis, dan masing-masing digunakan untuk mengatasi kondisi yang berbeda. Jenis-jenis antibiotik meliputi:

Penisilin

Penisilin digunakan untuk banyak kondisi akibat adanya infeksi bakteri, beberapa di antaranya adalah infeksi Streptococcus, meningitis, gonore, faringitis, dan juga untuk pencegahan endocarditis. Terutama pada penderita atau memiliki riwayat gangguan ginjal, akan lebih baik penggunaan penisilin melalui anjuran dan pengawasan dokter.
Penisilin tersedia dalam berbagai bentuk, seperti kaplet, sirop kering, dan suntikan. Masing-masing bentuk obat dapat digunakan untuk kondisi yang berbeda. Baca keterangan yang ada di kemasan dan konsultasikan penggunaan obat dengan dokter.
Berikut adalah jenis-jenis antibiotik penisilin:

Sefalosporin

Sefalosforin tersedia dalam bentuk suntik, tablet, dan sirop kering. Konsultasikan dengan dokter terkait cara penggunaan obat, karena beda bentuk obat dapat berbeda pula kondisi yang ditangani.
Beberapa kondisi yang diobati menggunakan sefalosporin, di antaranya adalah infeksi tulang, otitis media, infeksi kulit, dan infeksi saluran kemih. Obat ini berpotensi menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, nyeri pada dada, bahkan syok. Penggunaan sefalosporin harus dengan anjuran dan pengawasan dokter.
Jenis-jenis sefalosporin meliputi:
  • Cefadroxil
  • Cefuroxime
  • Cefotaxim
  • Cefotiam
  • Cefepime
  • Ceftarolin

Aminoglikosida

Aminoglikosida adalah obat yang biasa digunakan untuk mengatasi banyak penyakit infeksi bakteri, seperti otitis eksterna, infeksi kulit, dan peritonitis. Penggunaan aminoglikosida harus dengan anjuran serta pengawasan dokter, karena obat ini berpotensi menimbulkan efek samping berupa gangguan kesadaran.
Aminoglikosida tersedia dalam banyak bentuk, di antaranya adalah salep, tetes mata, dan suntik. Masing-masing bentuk obat dapat diresepkan untuk kondisi yang berbeda. Sebelum menggunakan obat, pasien disarankan untuk membaca keterangan cara penggunaan yang ada di kemasan obat.
Jenis-jenis aminoglikosida meliputi:
  • Paromomycin
  • Tobramycin
  • Gentamicin
  • Amikacin
  • Kanamycin
  • Neomycin

Tetrasiklin

Tetrasiklin tersedia dalam berbagai macam bentuk obat, yakni salep, salep mata, kapsul, dan suntik.
Tetrasiklin digunakan untuk mengobati berbagai macam kondisi yang muncul akibat adanya infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah sifilis, anthrax, tifus, brucellosis, dan jerawat. Tetrasiklin tertentu tidak dapat digunakan pada anak usia di bawah 12 tahun. Jangan menggunakan tetrasiklin tanpa anjuran dokter.
Jenis-jenis tetrasiklin meliputi:
  • Doxycycline
  • Minocycline
  • Tetracycline
  • Oxytetracycline
  • Tigecycline

Makrolid

Beberapa kondisi yang diobati menggunakan antibiotik makrolid adalah bronkitis, servisitis, penyakit Lyme, pemfigus, dan sinusitis. Makrolid sendiri tersedia dalam banyak bentuk, yakni tablet, kaplet, sirop kering, dan suntik.
Beberapa jenis makrolid tidak dapat digunakan bersamaan dengan obat seperti cisapride. Dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan makrolid atau mengombinasikannya dengan obat lain.
Jenis-jenis makrolid meliputi:

Quinolone

Quinolone memiliki bentuk yang berbeda, dan dengan indikasi yang berbeda. Bentuk obat ini, di antaranya adalah tablet, suntik, dan kaplet.
Quinolone digunakan untuk mengatasi banyak kondisi yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah infeksi tulang, cystitis, servisitis, dan infeksi kulit. Penggunaan quinolone dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pada sistem saraf pusat. Maka dari itu, jangan gunakan obat ini tanpa anjuran dokter.
Jenis-jenis quinolone meliputi:

PENGERTIAN PERBEDAAN OBAT BEBAS,OBAT BEBAS TERBATAS,DAN OBAT KERAS






Obat Bebas 

 

Obat bebas sering juga disebut OTC (Over The Counter) adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. 
Contoh Obat Bebas adalah Paracetamol, Aspirin, Promethazine, Guafenesin, Bromhexin HCL, Chlorpheniramine maleate (CTM), Dextromethorphan, Zn Sulfate, Proliver, Tripid, Gasflat, Librozym (penyebutan merk dagang, karena obat tersebut dalam kombinasi)

Obat Bebas Terbatas 
 

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. disertai tanda peringatan dalam kemasannya:
Contoh obat : CTM, Antimo, noza 

 


Obat Keras 


 

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. 
Contoh : Asam Mefenamat, semua obat antibiotik (ampisilin, tetrasiklin, sefalosporin, penisilin, dll), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat diabetes, obat penenang, dll)
Obat keras ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep dokter.